Cukup banyak teman yang mengatakan bahwa saya adalah orang yang  ’beruntung’. “Wah… Dimas keren ya bisa dapet beasiswa ke Jepang”, kata seorang teman. “Wah… hebat, masih muda tapi udah bisa ngehasilin duit sendiri”, kata teman yang lain. Juga banyak pernyataan sejenis yang saya dengar langsung atau dari pihak ketiga. Ahh….seandainya mereka semua tau bahwa apa yang saya peroleh, impian-impian saya itu, juga apa yang menjadi hasrat hidup saya tidak semudah itu saya peroleh, seperti yang mereka kira.
Kalau dihitung-hitung, mungkin saya termasuk salah satu orang yang paling sering gagal. Iya betul…paling sering gagal alias si raja gagal.
Barangkali perlu saya ceritakan beberapa kisah kegagalan yang pernah saya alami. Sebenarnya sih banyak banget, tapi kalau saya ceritakan semua, malu juga sih… masak aib sendiri dibuka-buka sih?! Hehehe…! Walaupun yang namanya kegagalan, kalau disikapi dari sudut pandang positif bisa menjadi penyemangat, tapi ya tetap saja kurang menyenangkan juga kalau diketahui banyak orang. Ya nggak? Hehe… :)
Hmmm… banyak orang yang mengira bahwa saya memiliki otak jenius mirip Einstein. Padahal sebenarnya IQ saya tidak lebih dari 110 saja. Angka itu saya ketahui setelah mengikuti tes psikologi dan IQ saat masih SMA dulu. Nilai 110 itu jika dikategorikan sebenarnya hanya masuk kategori di atas rata-rata saja, sama sekali bukan jenius. Saya juga orang yang malas untuk belajar dengan sistem konvensional. Saya pasti akan langsung kabur jika harus belajar berjam-jam dengan duduk diam saja di belakang meja sambil membaca setiap susunan kalimat dalam buku. Bukan karena saya pemalas, hanya saja cara seperti itu bukan cara belajar saya.
Saya memang telah mewujudkan impian saya yang ke 48. Impian itu adalah ingin merasakan pendidikan di Negeri Para Samurai. Tapi sungguh perjalanan untuk mewujudkan itu tidaklah mudah. Sebenarnya impian agar suatu saat bisa ke Jepang itu bukan untuk belajar sih, tapi sekedar main-main saja. Hehehe…! Tapi kemudian saya merenung kembali. Ah
masak sih pergi jauh-jauh kok tidak bisa membawa sesuatu yang bisa bermanfaat? Kalau sekedar jalan-jalan sih mungkin mudah, semua orang bisa melakukan. Tapi kalau sambil belajar, mungkin ada nilai tambah yang bisa diambil manfaatnya. Akhirnya saya ubah misi ke Jepang dengan kalimat “merasakan belajar di Jepang”.
Saya menyadari bahwa ayah saya saat itu sepertinya tidak cukup mampu kalau harus membiayai kuliah saya di luar negeri dari kocek pribadi. Apalagi ayah tau betul biaya hidup di Jepang tinggi sekali, karena beliau pun dulu pernah kuliah di Jepang dengan beasiswa pemerintah. Jadi saya pikir satu-satunya jalan untuk mewujudkan mimpi itu adalah dengan mendapat beasiswa juga seperti ayah saya.
Perjuangan pertama saya untuk mewujudkan impian itu dimulai ketika saya kelas 2 SMA. Saat itu ada program pertukaran pelajar SMA yang disponsori oleh AFS (American Field Service), sebuah lembaga non profit kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Amerika Serikat yang bergerak di bidang pertukaran budaya. Saat itu saya dan beberapa teman ikut seleksi. Seleksinya sendiri diadakan di seluruh Indonesia, kemudian 5 orang yang terpilih akan dikirim ke Jepang untuk mengikuti program pertukaran belajar selama 3 bulan di SMA Jepang.
Dari SMA saya ada 8 orang yang ikut seleksi itu, saya salah satunya. Seleksinya meliputi tes pengetahuan umum, tes bahasa Jepang, dan tes wawancara. Singkat cerita, saya gagal dalam seleksi. Entah di bagian tes yang mana saya gagalnya, yang jelas saya gagal. Akhirnya teman se-SMA saya lah salah satu peserta seleksi yang lulus dan berangkat ke
Jepang. Huh… baiklah, itu kegagalan saya yang pertama untuk mewujudkan impian belajar di Jepang. Tapi dunia belum kiamat, walau sedikit kecewa, saya tidak mau berhenti sampai di sana.
Setahun kemudian saya pun lulus dari SMA. Sebelum kelulusan saya diberitahu oleh wali kelas tentang program saringan masuk universitas Jepang melalui tes EJU (Examination for Japanese University). Wow…tentu saja saya berminat mengikutinya. Kata wali kelas waktu itu, ”Kalau mau, kamu bisa ikut, tesnya di Jakarta. Nanti kalau nilai tesnya bagus, bisa sekalian dapat beasiswa.” Saya pun ikut tes EJU. Tesnya berupa tes Kemampuan Bahasa Jepang, Matematika, Biologi, dan Fisika. Tak diduga ternyata salah satunya ada tes Kemampuan Bahasa Jepang. Tentu saja saya tidak bisa mengerjakannya dengan baik, karena waktu itu pengetahuan Bahasa Jepang saya lemah sekali. Walaupun dulu saya pernah tinggal di Jepang cukup lama ketika ayah kuliah di Jepang, tapi itu waktu kecil, sudah banyak yang lupa. Setelah kira-kira 1 bulan, hasil ujiannya pun dikirim ke rumah. Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, saya tidak lulus seleksi. Saya menduga mungkin karena nilai tes Bahasa Jepangnya yang kecil. Karena bobot nilai untuk tes itu merupakan yang paling besar. Tapi ya sudah lah… itu untuk yang kedua kalinya saya gagal. Tapi apakah saya lantas berhenti? TIDAK!!! Saya masih ngotot untuk bisa mewujudkan mimpi saya.
Karena sudah tidak ada kesempatan lain lagi pada tahun itu, akhirnya saya memutuskan ikut SPMB saja. Lalu diterima lah saya di UGM. Selama setahun saya mengikuti perkuliahan di sana. Di tahun berikutnya, saya kembali ikut tes EJU. Berbekal pengalaman kegagalan yang saya alami di tahun yang lalu, maka saya pun mempersiapkan kemampuan Bahasa Jepang saya dengan ikut kursus selama setahun ke belakang. Sesaat setelah saya ikut tes EJU, ternyata ada informasi beasiswa Monbukagakusho dari Pemerintah Jepang. Wah… saya pikir ini adalah kesempatan lagi, maka
saya putuskan juga untuk mengikutinya. Tak lama kemudian, hasil tes EJU kembali dikirim ke rumah. Jreng… jreng… jreng… lalu apakah kali ini saya lulus? Jawabannya ternyata TIDAK, pemirsa! Haduh… hampir frustasi rasanya saat itu. Padahal selama setahun belakangan saya merasa sudah mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk tes EJU di tahun berikutnya.
Lalu kemudian saya teringat kalau saya masih punya satu amunisi lagi, beasiswa Monbukagakusho. Tak henti-hentinya
saya terus berharap, berdoa, dan berusaha agar amunisi yang terakhir itu bisa mengenai sasaran.
Karena prestasi saya di UGM agak mengecewakan karena saat itu malah lebih fokus cari duit sendiri daripada kuliah. Lalu dengan bermodalkan percaya diri tingkat tinggi bahwa seleksi Monbukagakusho bisa lulus,
saya memutuskan berhenti kuliah di UGM. Tapi lama-lama agak khawatir juga, mengingat saya sudah 2 kali gagal tes EJU, lalu bagaimana jika tes Monbu juga gagal, bisa-bisa malah tidak kuliah sama sekali. Akhirnya untuk jaga-jaga, saya ikut SPMB lagi, kemudian lulus lagi dan diterima di Unpad. Tak lama setelah pengumuman hasil SPMB, pengumuman beasiswa Monbu pun datang. Hayo tebak, apakah kali ini saya gagal lagi? Hohoho…. masak sih kali ini gagal lagi. Yak… alhamdulillah kali ini saya berhasil, pemirsa! Tapi beasiswa itu untuk keberangkatan tahun depannya. Dan untungnya saya sudah diterima di Unpad, jadi ya sambil menunggu keberangkatan, jadi tidak nganggur-nganggur amat kan. Hehehe…
Itu dia sedikit cerita kegagalan saya dalam mewujudkan mimpi ke-48. Apa yang saya ceritakan itu adalah kegagalan dari satu bidang saja lho. Masih banyak lagi serangkaian proses kegagalan yang pernah saya alami selain yang saya ceritakan di atas.
Lewat cerita di atas, saya sebenarnya hanya ingin memberikan motivasi pada teman-teman semua. Peristiwa demi peristiwa silih berganti, Selesai satu persoalan muncul persoalan yang lain, Ada yang menyenangkan tetapi juga banyak yang terasa pahit. Demikianlah kita menyikapi kegagalan yang dihadapi. Di balik kegagalan sebenarnya kita sudah menemukan beberapa kesuksesan. Hanya saja, kita lebih sering melihat hasil garis finish dari start. Padahal, tidak akan dapat mencapai finish kesuksesan tanpa melalui jalur start. Renungkanlah ragam kehidupan kita, tidak ada yang mulus terus menerus menikmati kesuksesan. Andaikan seseorang tidak pernah mengalami kegagalan, maka mereka tidak akan merasakan apa yang disebut sukses. Atau kita berbaik sangka saja kepada Allah SWT, bahwa di balik kegagalan pasti ada rahasia besar yang ingin ditunjukkan kepada hamba-Nya ini.
Sedikit saya akan memberikan tips bagaimana dulu saya bisa lolos mendapatkan studi di jepang(S1)

*** Tips Agar Lulus Seleksi Beasiswa Study di Jepang ***
 
Bisa sekolah atau kuliah di Jepang tentunya menjadi impian banyak orang. Apalagi kalau kuliahnya nggak bayar alias gratis. Termasuk saya, dapat merasakan perkuliahan di Jepang adalah salah satu impian saya sejak dulu. Tapi ya namanya juga sekolah gratisan, pastinya cukup sulit juga untuk mendapatkannya.
Umumnya kesempatan untuk mendapatkan beasiswa sangat besar bagi orang yang memiliki nilai akademis tinggi. Tetapi berdasarkan cerita beberapa teman, juga pengalaman yang saya alami, ternyata hal ini juga tidak selalu menjamin. Bisa dikatakan gampang-gampang susah untuk mendapatkannya.
Berikut ini saya akan coba memberikan tips untuk mendapatkan beasiswa terlepas dari masalah nilai akademis. Sengaja saya tidak memberikan tips khusus dalam mendapatkan nilai akademis yang tinggi. Karena saya rasa hal itu memang suatu kekhususan yang belum tentu setiap orang dapat menerapkan tips yang sama. Bukankah cara belajar tiap orang itu berbeda-beda? Ada yang tipe pendengar, dia bisa mengerti dengan mudah cukup hanya dengan mendengar. Ada tipe visual, dimana dia akan mudah mengerti jika belajar dengan melihat suatu gambaran visual. Ada juga yang harus benar-benar mempraktekkan apa yang dipelajari untuk dapat mengerti. Nah… kalau soal tipe belajar, tentu kamu sendiri yang tahu apa tipe belajar yang cocok untuk kamu. Tinggal kembangkan saja sesuai dengan minat dan bakat kamu. Jika disertai usaha dan doa yang kuat, Insya Allah akan berhasil.
Sebenarnya tiap lembaga pendonor dana beasiswa menerapkan cara-cara dan tahapan seleksi yang berbeda-beda. Namun walaupun demikian, umumnya tahapan yang diterapkan memiliki cukup banyak kesamaan. Oleh karena itu, saya akan coba memberikan tips tentang beberapa tahapan seleksi yang pada umumnya sama diterapkan di banyak lembaga pendonor dana beasiswa. Tahapan seleksi yang pada umumnya sama dilakukan oleh berbagai lembaga donor adalah tes tulis, tes wawancara, dan penulisan essay rencana riset (biasanya khusus untuk program S2 dan S3).

1. Tes Tulis
Jenis ujian tes tulis umumnya diterapkan hampir di semua proses seleksi beasiswa. Jenis soal yang diberikan tentunya disesuaikan dengan tingkatan beasiswa yang akan diberikan, juga jurusan yang akan kita ambil di Jepang. Jenis mata pelajaran yang diujikan juga tergantung dari program yang kita ambil. Tetapi umumnya jenis mata pelajaran yang diujikan akan dibagi berdasarkan dua kelompok, yaitu kelompok IPA dan kelompok IPS. Bagi kelompok IPA, biasanya yang akan diujikan adalah matematika, fisika, kimia, dan biologi. Sedangkan untuk program IPS, biasanya yang diujikan adalah sejarah Jepang dan dunia, mata pelajaran IPS, dan matematika.
Kamu bisa mempelajari berbagai tipe soal yang diujikan dalam tes tulis ini dari soal-soal yang sudah diujikan di tahun sebelumnya. Untuk mendapatkan soal-soal ujian yang sudah pernah diujikan, kamu bisa mengakses situs Study Japan atau Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. Di sana kamu bisa mendownload berbagai tipe soal yang umumnya diujikan untuk seleksi beasiswa Jepang. Kamu bisa belajar dan latihan mengerjakan soal dari sana. Walaupun tiap tahun tentu soalnya akan berbeda, tetapi umumnya tipe soalnya tidak akan jauh berbeda dari tahun ke tahun. Sama halnya ketika kamu belajar untuk seleksi penerimaan mahasiswa baru untuk masuk perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Cobalah pelajari setiap soal dengan baik. Kemudian coba kerjakan setiap soal. Jika kesulitan, jangan sungkan untuk menanyakannya ke guru atau orang lain yang bisa dimintai bantuan.

2. Tes Wawancara
Umumnya yang dilihat dari wawancara bukan hanya kemampuan akademis saja, tetapi juga dilihat kegigihan, kemauan, serta niat baik dari calon penerima beasiswa. Oleh karena itu, tunjukkan niat kamu bahwa di samping ilmu yang kamu dapatkan, kamu juga ingin menjadi penghubung dalam peningkatan kerjasama antara Indonesia dan negara Jepang.
Biasanya pewawancara menghendaki ada kontribusi kamu dalam membina hubungan, baik itu secara langsung maupun tidak langsung di bidang pertukaran budaya. Tunjukkanlah sikap yang santun ketika sedang diwawancara. Jangan berikan jawaban yang berbelit-belit dan cukup jawab apa yang ditanyakan saja, tidak perlu melebar ke mana-mana,
kecuali jika memang diminta untuk menjelaskan.
Bersikaplah se-rileks mungkin dan jangan menunjukkan sikap tegang atau gugup. Tapi biasanya si pewawancara akan mencairkan suasana dengan sedikit bergurau ketika suasana terkesan tegang. Jadi tidak perlu takut! Selain itu, jangan
terlalu khawatir dengan masalah bahasa. Sebab biasanya bahasa yang digunakan dalam wawancara belum tentu menggunakan bahasa Jepang. Bahkan ketika saya melaksanakan seleksi wawancara, saya diwawancarai menggunakan bahasa Indonesia. Beberapa lembaga pendonor juga terkadang ada yang menyaratkan wawancara dalam bahasa Inggris. Tetapi bahasa Jepang belum banyak digunakan, bahkan hampir tidak sama sekali. Terkecuali kalau kamu memang berasal dari jurusan Bahasa Jepang, dan bermaksud untuk melamar beasiswa program studi Bahasa Jepang.

3. Menyusun Rencana Studi
Dalam menyusun rencana studi, sebaiknya kamu memberikan alasan yang kuat mengapa kamu memilih bidang studi tersebut. Untuk memperkuat, dapat didukung dengan menjelaskan latar belakang pendidikan kamu. Sekaligus pentingnya studi tersebut bagi kemajuan di Indonesia dan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perkembangan ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan. Dalam memilih program studi, usahakan itu benar-benar merupakan minat kamu sendiri, bukan karena pengaruh orang lain. Sebab nantinya itu akan sangat berpengaruh pada saat kamu mencoba menjelaskan tentang rencana studi tersebut. Para penyeleksi beasiswa biasanya cukup ahli dalam menafsirkan bahasa pelamar beasiswa dalam essay yang mereka tuliskan. Dari sana mereka akan tahu, apakah kita benar-benar minat dengan bidang yang kita pilih atau hanya sekedar ingin tahu saja. Lebih jauh lagi, kalau memang kamu lulus dan mendapatkan beasiswa tersebut, kamu akan disalurkan ke jurusan/program studi yang sesuai dengan pilihan kamu. Jadi kalau dari awal saja tidak mantap dengan pilihan kita, dikhawatirkan nantinya akan berpengaruh pada saat menjalani kegiatan perkuliahan yang sebenarnya.
Kalau memang kamu sulit untuk mendapatkan beasiswa Jepang yang disediakan dari Indonesia, jangan kuatir! Sebab beasiswa yang disediakan bagi mahasiswa asing yang ada di Jepang ternyata lebih banyak jumlahnya. Selain itu peluangnya pun bisa lebih besar jika dibandingkan dengan mendapatkan beasiswa di Indonesia. Hanya saja, tentu harus disertai dengan persiapan dan pertimbangan yang matang. Cukup banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika kita memilih alternatif mencari beasiswa langsung di Jepang. Mulai dari risiko tidak lulus, biaya hidup yang harus ditanggung sendiri selama mencari beasiswa, dan risiko-risiko lainnya yang juga harus dipertimbangkan. Tapi walaupun demikian, jangan mudah menyerah ya! Insya Allah yang namanya hasil itu akan selalu berbanding lurus dengan usaha yang dilakukan. Jika usahanya maksimal, pasti hasilnya juga maksimal.
Selamat Berjuang!

Dimas Kusuma
S1 monbukagakusho di kyoto university.
S2 di perancis di ecole des mines de nante